Museum
uang kuno di Magelang? Adakah? Mungkin pertanyaan ini yang muncul di dalam
benak Anda ketika membaca judul tulisan ini. Namun apabila Anda telah membaca
tulisan saya terdahulu, yang membahas tentang AJB Bumiputera maka Anda akan
segera sadar bahwa yang saya maksud dengan museum uang kuno di magelang tak lain
adalah Museum Bumiputera.
Tidak banyak museum uang kuno
yang ada di Indonesia, bahkan jumlahnya bisa dihitung dengan jari saja.
Sepanjang yang saya ketahui adalah Museum Artha suaka, yang selayaknya ada dan
di miliki oleh Bank Indonesia sebagai pemegang otoritas tertinggi
perbankan/lembaga keuangan di Indonesia. Diluar itu, beberapa museum daerah memunculkan
juga uang kuno sebagai salah satu koleksinya. Seperti Taman Mini di Jakarta,
ada juga museum uang di sanggaruli Park Purbalingga, dan museum BRI di
Purwokerto.
Hanya uang kertas saja yang menjadi koleksi Museum Bumiputera. Uang
logam yang berharga jauh lebih murah dan sangat mudah diperoleh belum
terkoleksi disini. Koleksi uang kertas lumayan bisa mewakili tiga zaman yakni
era penjajahan Belanda, pendudukan Jepang, hingga Indonesia merdeka. Dari segi
kualitas, grading boleh dikatakan belum bagus namun itu bukan hal pokok yang
harus dipermasalahkan karena menurut selera manusia berbeda-beda. Ada individu
yang lebih suka uang kuno dalam kondisi bagus layaknya uang baru (uncirculated/UNC).
Namun ada pula individu yang lebih menyukai uang kuno yang circullated, kotor
apa adanya. Untuk kuantitas boleh dikatakan lumayan layak untuk dipamerkan
terutama bagi masyarakat awam.
Mengingat Museum di resmikan pada tahun 1985 dan penyiapan materi atau
barang koleksi dilakukan jauh hari sebelumnya maka wajar apabila koleksi yang
dipamerkan dan dimiliki terbatas hanya uang kertas sebelum tahun 1968. Uang tahun 1970-an dan 1980-an belum ada
karena saat musem dibuka uang tersebut masih dipakai sebagai alat pembayaran
yang sah. Seri Sudirman 1968 saya rasa sudah tidak beredar di tahun 1980-an, akan
tetapi tidak terdapat di museum ini. Jadi menurut dugaan saya koleksi uang kuno disini telah
disiapkan semenjak tahun 1970-an dimana uang seri Sudirman masih dipakai juga
sebagai alat pembayaran yang sah. Uang generasi tahun 1990 dan tahun 2000-an
amat wajar belum ada.
Mari kita lihat satu persatu bingkai koleksi uang kuno di Museum Buniputera.
Penamaan Seri dalam penggolongan pecahaan uang kuno bisa jadi berbeda dengan
yang sekarang kita kenal. Hal ini wajar karena di era tahun 1980-an Katalog
Uang Kuno Indonesia (KUKI) belum terbit. Namun saya rasa pengelola Museum
ketika itu sudah berusaha sangat keras untuk membuat klasifikasi seri uang kuno. Dugaan saya
pengurus seorang numismatic lama dan banyak paham akan numismatik serta
mempunyai wawasan dan pergaulan dalam bidang numismatic.
Penamaan judul dengan menyertakan
tahun akan membuat Anda mengernyitkan dahi. Namun Anda akan terpesona dengan
koleksi yang ada. Dalam satu bingkai terdapat campuran dari beberapa seri uang
jaman Belanda.
Ada seri Munbiljet I tahun 1919
pecahan 1 gulden, hanya 2 ½ tidak ada.
Kemudian seri munbiljet II ada komplit pecahan ½ , 1, dan 2 ½ gulden.
Kemudian seri munbiljet III tahun
1940 pecahan 1 dan 2 ½ gulden komplit.
Kemudian seri wayang tahun 1930an
hanya terdapat 2 jenis pecahan dari total 8 pecahan yang ada. Pecahan kecil 5
dan 10 gulden cukup mewakili seri ini mengingat lumayan susahnya (disamping
akan memakan anggaran yang besar) untuk memperoleh seri wayang pecahan 25
gulden ke atas sampai dengan 1.000 gulden.
Seri Coen tahun 1920-1930an
lumayan lengkap terdapat nominal 5, 10, 25, 50, 100, dan 200 gulden. Hanya
nominal 300, 500, dan 1.000 gulden yang tidak ada mengingat seperti pada seri
wayang besar akan susah mencarinya dan diperlukan anggaran yang tidak sedikit.
Ini kami anggap lumayan lengkap, terdapat 6 jenis pecahan dari 9 jenis seri
Coen yang ada. Sebagai catatan, pecahan 200 gulden Coen merupakan pecahan yang
tergolong langka dan sulit ditemui dan tentu saja diperlukan anggaran yang
lumayan untuk memperolehnya.
Koleksi uang Jepang cukup lumayan
lengkap mencakup tiga masa yaitu Japansche regeering, Dai Nippon teikoku seihu,
dan pemerintah dai Nippon. Walau tidaklah komplit namun semua jenis uang Jepang
telah ada disini.
Dikenal sebagai uang penaklukan
Jepang (Japan Invation Money) atau Banana Money (karena bergambar pohon pisang)
dengan satuan Gulden. Uang ini telah dipersiapkan oleh Jepang untuk diedarkan
di daerah-daerah yang akan ditaklukkannya. Untuk Indonesia dipakai satuan
Gulden sebagai mana satuan uang yang beredar ketika masih diduduki Belanda.
Japansche regeering terdiri dari tujuh pecahan senilai 1,5,10 cen dan
1/2, 1, 5 dan 10 gulden, semua lengkap bisa Anda saksikan di
sini.
Uang berbahasa Indonesia dan
bernilai satuan rupiah yang kedua adalah seri Dai Nippon Teikoku Seihu
(Kerajaan Jepang raya). Terdiri dari beberapa pecahan dengan tulisan
depan Dai Nippon Teikoku Seihu . Terdiri dari lima pecahan senulai 1/2, 1, 5, 10, dan 100 Rupiah, semua komplit
bisa Anda nikmati disini.
Untuk menarik simpati rakyat
Indonesia, Jepang mengeluarkan mata uang dengan tulisan berbahasa Indonesia dan
menggunakan satuan rupiah. Yang pertama disebut Uang Pemerintah Dai Nippon
terdiri dari dua pecahan senilai 100 dan 1,000 Rupiah (bertuliskan Pemerintah
Dai Nippon ).
Dari total semua uang pendudukan
Jepang yang pernah beredar di Indonesia hanya 1 jenis yang tidak terdapat di
Museum Bumiputera yakni pecahan 1.000
rupiah pemerintah dai Nippon. Namun hali ini bisa dimaklumi mengingat pecahan
1.000 rupiah ini termasuk barang yang langka dan jarang dijumpai di pasaran.
Sedangkan untuk pecahan yang lain wajar kalau terdapat di museum ini, mengingat
uang pendudukan Jepang sangat mudah ditemukan di pasaran.
Uang NICA terdiri dari 9 jenis pecahan
50 sen, 1, 2 1/2, 5, 10, 25, 50, 100, dan 500 Gulden. Semua pecahan bergambar depan sama yaitu Ratu Wilhelmina, namun yang
membedakan hanyalah warna setiap pecahan berbeda-beda. Di museum ini terdapat
lumayan lengkap 8 jenis pecahan . kecuali pecahan terbesar 500 gulden tidak
ada.
Masih dalam satu bingkai,
terdapat seri Federal I tahun 1946. Terdiri dari tujuh pecahan yaitu 5,
10, 25, 50, 100, 500, 1.000 Rupiah/Gulden. Di museum ini Anda dapat menyaksikan
6 jenis pecahan seri Federal I, hanya nominal terbesar 1.000 rupiah yang tidak ada.
Masih dalam satu bingkai yang
sama pula, terdapat pecahan Federal III tahun 1948. Terdiri dari 3 pecahan
yaitu ½, 1, dan 2 ½ Rupiah yang kesemuanya komplit bisa Anda nikmati disini.
Sedangkan untuk seri Federal II bisa Anda saksikan di bingkai bawahnya (dimasukkan ke Uang RI Jakarta). Jadi Seri Feseral I, II, dan III semua hadir di museum ini.
Sedangkan untuk seri Federal II bisa Anda saksikan di bingkai bawahnya (dimasukkan ke Uang RI Jakarta). Jadi Seri Feseral I, II, dan III semua hadir di museum ini.
Yang di maksud disini adalah yang
biasa disebut ORI atau Oeang Republik Indonesia.
Seri I di terbitkan tahun 1945 di Jakarta. Lumayan komplit bisa Anda lihat
disini dari pecahan 1 sen sanpai nominal 100 rupiah.
Hanya yang menjadi catatan
pecahan 10 dan 25 sen bukan merupakan
uang ORI melainkan seri Federal II.
Yang di maksud disini adalah yang
biasa disebut ORI atau Oeang Republik Indonesia.
Seri II diterbitkan setelah tahun 1947 ketika ibukota negera berpindah ke Jogjakarta. Koleksi yang ada di sini tidaklah banyak, mungkin sekitar 25 % dari seluruh
uang ORI yang pernah beredar. Namun layak untuk diapresiasi mengingat ada
beberapa koleksi yang boleh dikatakan "lumayan" seperti pecahan 40,50, dan 100
JOGJA. Kemudian pecahan 400 tebu.
Uang Gerilya 1947-1949
Agresi militer Belanda I dan II membuat hubungan antara pemerintah pusat dan daerah menjadi sulit terutama antara pulau Jawa dan pulau-pulau lainnya. Terputusnya komunikasi ini berpengaruh terhadap jumlah uang tunai yang beredar. Kekurangan uang tunai yang beredar di daerah-daerah diatasi dengan diterbitkannya ORIDA di beberapa daerah berdasarkan izin pemerintah pusat.
Yang dimaksud uang gerilya adalah uang daerah (ORIDA). Ada beberapa uang daera disini yang jumlahnya cukup banyak, terdapat dua bingkai besar. Kami rasa cukup lumayan untuk mewakili ratusan jenis ORIDA yang pernah ada di Indonesia.
Agresi militer Belanda I dan II membuat hubungan antara pemerintah pusat dan daerah menjadi sulit terutama antara pulau Jawa dan pulau-pulau lainnya. Terputusnya komunikasi ini berpengaruh terhadap jumlah uang tunai yang beredar. Kekurangan uang tunai yang beredar di daerah-daerah diatasi dengan diterbitkannya ORIDA di beberapa daerah berdasarkan izin pemerintah pusat.
Yang dimaksud uang gerilya adalah uang daerah (ORIDA). Ada beberapa uang daera disini yang jumlahnya cukup banyak, terdapat dua bingkai besar. Kami rasa cukup lumayan untuk mewakili ratusan jenis ORIDA yang pernah ada di Indonesia.
Konferensi
meja bundar membawa konsekuensi berubahnya bentuk pemerintahan menjadi negara
serikat dengan negara-negara bagian di dalamnya (Republik Indonesia
Serikat/RIS). Pada tanggal 1 Januari 1950 Menteri Keuangan RIS Mr. Sjafruddin
Prawiranegara mengeluarkan maklumat yang isinya menarik uang ORI dan sejenisnya
dari peredaran dan menyatakan semua jenis uang tersebut tidak berlaku
lagi sebagai alat pembayaran. Sebagai gantinya pemerintah mengeluarkan uang
nominal 5 ban 10 rupiah bergambar Presiden Sukarno. Namun mata uang ini tidak
berlaku lama dan ditarik dari peredaran pada tanggal 17 Agustus 1950 seiring
dengan dibubarkannya RIS dan Indonesia kembali pada pemerintahan Republik
Baik
pecahan 5 maupun 10 rupiah bergambar sama yakni gambar depan presiden Soekarno
dan gambar belakang pemandangan alam. Keduanya juga tanpa tanda air.
Kedua
uang tersebut dapat Anda saksikan di Museum ini.
Uang RI tahun 1951-1956
Yang dimaksud disini adalah seri
pemandangan alam dan suku bangsa, jadi
terdiri dari dua seri.
Disebut seri pemandangan alam
karena gambar depannya adalah sawah dan pemandangan alam. Terdiri dari 2
pecahan yaitu 1 dan 2 1/2 Rupiah, tanpa tanda air. Seri pemandangan alam terbit
dua kali yaitu tahun 1951 yang bertandatangan Syaffrudin dan tahun 1953 dengan
tandatangan Soemitro.
Seri suku bangsa terdiri dari 2
pecahan yaitu 1 rupiah bergambar gadis kecil dan 2 1/2 rupiah bergambar orang
tua laki-laki. Sama seperti seri pemandangan alam, seri suku bangsa terbit dua
kali dengan gambar depan yang sama namun beda tahun dan tanda tangan pejabat
yang berwenang. Tahun 1954 bertandatangan ong eng die dan tahun 1956
bertandatangan Jusuf wibisono.
Maka wajar apabila bagi pengelola
hal ini menimbulkan kebingungan .
Untuk seri ini lumayan komplit
untuk Anda nikmati.
Setelah nasionalisasi De Javasche
Bank pada tahun 1951, pemerintah (Bank Indonesia) untuk pertama kali
mengeluarkan uang kertas emisi tahun 1952 yang diedarkan mulai tanggal 2 Juli
1953. Bank Indonesia sendiri didirikan pada tanggal 1 Juli 1953 berdasarkan UU
No.11/1953 untuk menggantikan fungsi De Javasche Bank. Uang kertas pertama yang
dikeluarkan dan diedarkan BI adalah seri kebudayaan (culture series) yang
terdiri dari 7 pecahan yaitu 5, 10, 25, 50, 100, 500, dan 1.000 rupiah. Semua
pecahan dalam seri kebudayaan bergambar air sama yakni garis-garis lengkuk
(kurung).
Jadi yang dimaksud disini adalah
seri Kebudayaan, pecahan 5 Kartini dan 100 Diponegoro. Untuk pecahan 1.000 dapat anda lihat dibingkai seri bunga.
Seri Hasil Bumi 1958-1961
Yang dimaksud disini adalah seri
pekerja tangan I tahun 1958 pecahan 100, 500 fan 5.000 saja. Sedangkan tahun 1961 adalah seri sandang
pangan nominal 1 dan 2 ½ rupiah.
Pada tahun 1958 pemerintah
mengedarkan seri hewan dengan nilai nominal 5, 10, 25, 50, 100, 500, 1.000,
2.500, dan 5.000 rupiah. Disebut dengan seri hewan karena bergambar hewan-
hewan yang ada di Indonesia. Ciri yang lain, seri hewan ini tidak memuat angka
tahun di depannya. Tahun 1958 diedarkan pecahan 50, 100, dan 1.000. Tahun 1959
diedarkan pecahan 5, 10, 25, dan 500. Pecahan 2.500 diedarkan tahun 1962,
sedangkan pecahan Rp. 5.000 tidak sempat diedarkan.
Terdapat 6 seri yang dimiliki di
Museum Bumiputera yakni 5 kera, 50 buaya, 100 tupai, 500 macan, 1.000 gajah,
dan 2.500 komodo.
Adapaun nominal 10, 25, dan 5.000
merupakan pecahan yang langka dan suli dan berharga mahal, maka wajar apabila
tidak tersedia di sini.
Pada tahun 1959 pemerintah
mengeluarkan seri bunga dengan nilai nominal 5, 10, 25, 50, 100, 500, 1.000
rupiah. Disebut seri bunga karena semua pecahan bergambar bunga pada sisi
depannya dan bergambar burung pada sisi belakangnya.
Semua lengkap ada terkoleksi di
museum ini untuk seri bunga. Hanya saja sebagai catatan pecahan 1.000 budaya
salah masuk ke bingkai ini, harusnya masuk ke seri kebudayaan.
Dengan melihat gambarnya kita akan
paham bahwa yang di maksud seri presiden disini adalah apa yang pada masa
sekarang disebut sebagai seri sukarno. Disini digabungkan antara seri sukarno
tahun 1960 pecahan 5, 10, 25, 50, 100, dan 500 dengan seri sukarno tahun 1964
pecahan 1 dan 2 ½ rupiah. Lumayan lengkap, hanya pecahan terbesar 1.000 rupiah
saja yang tidak ada walau sebenarnya tidak begitu langka.
Ada terdapat juga seri Sukarno Borneo
2 ½ rupiah yang digabung dalam bingkai ini.
Pada tahun 1964 diterbitkan mata
uang dengan nominal dibawah 1 rupiah yang terdiri dari pecahan 1, 5, 10, 25, 50
sen. Seringkali disebut seri Sukarelawan (Dwikora)
Seri ini termasuk komplit dari
pecahan 1 sampai 50 sen ada semua di Museum ini.
Seri Hasil Bumi 1964
Terdapat pecahan 100 hijau, 100
biru, 10.000 hijau dan 10.000 merah. Bagi anda yang paham numismatic akan paham
bahwa yang di maksud disini adalah seri pekerja tangan II. Sangat jauh dari
komplit namun tetap menarik.
Apapun, yang terpokok adalah keberadaan koleksi uang kertas kuno yang
pernah beredar di Indonesia baik sebelum dan sesudah kemerdekaan di Museum
Bumiputera adalah hal yang patut kita syukuri.
Yang pertama tidak terlepas dari fungsi museum sebagai tempat menyimpan
benda-benda bersejarah, yang bagi masyarakat tentu akan menambah wawasan dan
pengetahuan. Menumbuhkan minat untuk belajar dan memahami peninggalan
bersejarah khususnya tentang uang kuno atau numismatic. Yang kedua adalah sebagai
sarana rekreasi dan hiburan yang murah dan bermanfaat, menjadikan Museum
Bumiputera sendiri lebih menarik dan variatif di dalam menyajikan koleksinya.
Ref :
- http://uangkuno-magelang.blogspot.co.id (blog lain yang kami tulis)
- semua foto merupakan dokumentasi pribadi
- semua foto merupakan dokumentasi pribadi
Magelang, Awal September 2016
Salam Numismatik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar