Jumat, 18 Desember 2020

Studio Foto di Magelang

Berkembangnya dunia fotografi menciptakan jenis profesi baru dan jenis usaha baru yakni fotografer dan studio foto. Keberadaannya merambah kota-kota di Hindia Belanda, termasuk Magelang. Di Magelang muncul beberapa studio foto, juga di kota-kota sekitarnya seperti Muntilan, Parakan, Temanggung, Wonosobo, dan Purworejo. Bahkan untuk magelang kami mencatat banyak studio foto muncul yang menandakan kota Magelang merupakan pangsa pasar yang menarik ketika itu. Hal ini tidak mengherankan karena di Magelang banyak tinggal orang Eropa/Belanda. Pada tahun 1934, tercatat penduduk Magelang adalah 59.749 jiwa, dengan 4.518 diantara adalah orang Eropa; 4.495 orang keturunan Tionghoa; dan 120 orang asing lainnya. Jumlah penduduk yang banyak, juga keberadaan bangsa Eropa dan bangsa asing lainnya turut mendorong munculnya banyak studio foto di Magelang. 
Penduduk Magelang ketika itu membutuhkan foto untuk dokumentasi pribadi, ataupun sekedar gaya hidup kekinian. Orang asing baik bangsa Eropa maupun keturunan Asia memerlukan foto untuk berkirim kabar dengan keluarga di tempat asalnya, entah itu foto diri maupun foto kondisi kota rantaunya/Magelang. Sekolah, pemerintahan, maupun militer memerlukan foto untuk kebutuhan dokumentasi, pengarsipan, dan pembuatan laporan. Perusahaan dan swasta memerlukan foto untuk kegiatan marketing, dokumentasi, dan penjualan. Berikut beberapa studio foto jaman dulu yang dengan keterbatasan data bisa kami sajikan. 
 
OEN LIEN FOTO STUDIO 
Kami mempunyai jejak studio foto ini dari amplop cetak foto dan klise negative foto yang ada di dalamnya. Studio ini terletak di chineesche camp 93 Magelang atau di jalan pecinan sekarang. Oen Lien merupakan foto studio dan menerima panggilan keluar/outdoor siang maupun malam. Oen Lien menyediakan rol film, kertas foto, dudukan/tripot kamera, dan perlengkapan foto lainnya. Juga membuat papan reklame bioskop dalam versi yang diinginkan serta menyediakan papan nama. Menyediakan bingkai foto terbaik dengan model-model terbaru. Bisa cetak foto mengkilap, hitam coklat / sepia. Ada promo dengan kupon, dengan transaksi 5 gulden akan mendapat kupon gratis cetak foto di perbesar ukuran 18x24 cm. Motonya; bekerja dengan baik harga wajar selesai dengan rapi. Mengkalim sebagai alamat yang tepat untuk foto yang terbaik. 

Sampul foto dan negatif film dari kaca
 
Dari namanya, kita bisa menduga bahwa studio foto ini dimiliki oleh seorang warga tionghoa. Belum ada data tahun berapakah studio foto ini hadir di Magelang, namun di jaman belanda studio foto ini sudah ada. Plat cetak negative yang kami miliki agak unik karena berbahan kaca bukan roll film. Semula kami menduga umurnya sudah sangat tua karena roll film sudah banyak digunakan di tahun 1920-1930an. Namun ternyata ada tanggal dan tahun pada kaca negative film tersebut yang menyebut angka 6 tjap gwee 91 atau tahun 1941 masehi. 
 
VON TJIN 
Keberadaan studio foto ini hanya bisa kami deteksi dengan sebuah foto. Dalam foto yang menggambarkan deretan pertokoan tempo dulu yang sangat sederhana dengan papan kayu sebagai dindingnya, kami menemukan plang nama bertuliskan Von Tjin fotograaf. Lokasi persisnya tidak dapat diperkirakan, namun di sebelah papan nama tersebut terdapat papan nama lain bertuliskan peroesahaan YS shang hai magelang. 
 
Foto lokasi studio Von Tjin
 
G.P. PHOTOSTUDIO 
Sama halnya dengan VonTjin, sebetulnya kami sangat minim data mengenai studio foto ini. Keberadaan G.P. studio hanya dapat kita ketahui dari potongan iklan di sebuah surat kabar yang sayangnya tidak diketahu surat kabar apakah dan terbit tanggal berapakah. Hanya saja dari beberapa potongan dapat diduga bahwa surat kabar tersebut berasal dari magelang, berbahasa melayu dan terbit sekitar tahun 1930-1940-an awal di era Hindia Belanda. Di iklan tersebut terlampir alamat studio foto ini di Petjinan 166 Magelang. 
 
Potongan iklan GP Studio di sebuah surat kabar
 
LIE YAUW MING 
Lie yauw ming photografisch atelier demikian mereka menamakan diri. Pada studio foto ini kami memiliki banyak barang-barang yang bisa dipakai untuk melacak keberadaanya. Mulai dari foto hasil cetakannya yang berembos, album sampul foto, kantong belanja, kartu pos, surat dan amplop, nota, trade promo dll. Mereka menerima cuci cetak foto, pembesaran foto dan pembingkaian foto. Mereka juga menjual pigura foto, negatif foto/film roll, tustel/ kamera dan perlengkapan fotografi lainnya. Bisa menerima foto di waktu malem mulai sore sampai jam 9 malam dengan harga biasa. Mungkin dahulu harga pembikinan potret siang dan malam berbeda, dimana harga pada malam hari lebih mahal dari pada siang hari. Kemungkinan karena di malam hari perlu pencahayaan tambahan dan teknologi kamera belum sebaik sekarang sehingga pemotretan di malam hari lebih susah dilakukan (harus beberapa kali pengambilan gambar). Mereka juga menerima foto panggilan ke rumah-rumah, perusahaan/kantor, atau untuk perkumpulan dengan meminta tambahan ongkos jalan. 

kantong tempat foto/Figura Lie Yauw Ming
Lie Yauw Ming beralamat di groote weg noord no. 49 dan 45 atau daerah poncol. Kemudian mereka memindahkan tempat usahanya ke jalan pecinan no. 9. Dari sampul surat-menyurat yang ada, dapat diketahui bahwa studio foto ini sudah dipindahkan dari Pontjol ke pecinan sejak jaman Belanda. Sampul surat dari tahun 1920-1930-an masih beralamat di Poncol, namun pada tahun 1940-an beralamat di Pecinan. Studio foto ini sudah mulai beroperasi sekitar tahun 1920-an. Surat niaga menunjukkan bahwa rekan bisnisnya berasal dari Singapura dan Canton, China. Patut di duga bahwa supplier barang-barang dagangan dan peralatan fotografi mereka berasal dari Singapura dan Canton. 
 

Trade promo tahun 1930an

 Salah satu foto karya Lie Jauw Ming, Papa Van De Steur tahun 1930an

 Iklan Lie Yauw Ming
MIDORI FOTOGRAFISCH ATELIER 
Ada beberapa barang yang kami simpan yang bisa menjadi bukti keberadaan studio foto ini. Yang pertama adalah foto yang di cetak oleh studio foto ini yang berciri khusus cetak emboss dengan tulisan Midori. Kemudian dari kertas sampul besar yang fungsinya seperti tas kresek atau kantong belanja pada jaman sekarang, “tas” atau kantong tersebut bertuliskan MIDORI FOTOGRAFISCH ATELIER. Dari beberapa kertas kecil tempat foto yang layaknya kita jumpai ketika kita mencetak foto juga menjadi petunjuk keberadaaan studio foto ini. Dari beberapa barang tersebut kita mendapat petunjuk bahwa studio foto ini ada di kota Semarang dan Magelang. Di Magelang tanpa disebutkan alamat, hanya nomor telponnya yakni 104. Midori, menyebut dirinya Foto dan Radio. Selain studio foto midori merupakan toko yang menjual radio dan onderdil serta perlengkapan radio. Menyediakan bingkai kayu dalam berbagai ukuran dan semua perlengkapan fotografi.
 

Sampu foto Midori
Trade promonya, simpanlah tanda terima dari kami untuk cuci dan cetak sampai 5 gulden gratis foto besar yang cantik. Tembakan artistic, pencahayaan modern, demikian cara meyakinkan pelanggannya. Studio Midori menerima panggilan luar ruangan dan di rumah-rumah. Dijamin pekerjaan cepat dan tepat. Atas pesanan yang diterima, 30 hari sesudahnya belum diambil tidak ada garansi yang diberikan; demikian bunyi peringatan bagi pelanggannya. 
 


Trade promo Midori
 Dari namanya, dapat di tebak bahwa studio foto ini dimiliki oleh seorang Jepang. Tuan Y Akiyama yang memilikinya. Belum dapat diketahui tahun berapa studio foto ini ada di Magelang. Hanya dari beberapa foto yang dicetaknya dapat di duga bahwa tahun 1930-an studio foto ini sudah beroperasi di Magelang. Dari surat kabar lama yang kami miliki, pada jaman Belanda sudah banyak orang Jepang yang membuka usaha di Hindia Belanda. Jumlahnya meningkat pesat setelah tahun 1920-1922, dimana Jepang mengalami krisis ekonomi yang mengakibatkan banyak orang Jepang lari keluar negeri. Banyak dari mereka yang bekerja atau membikin usaha sendiri di negara tujuan, termasuk Hindia Belanda. Seringkali ada rumor yang beredar mengatakan bahwa orang Jepang yang ada di Hindia Belanda merupakan mata-mata yang di tanam sebelum Jepang menyerang. Namun fakta sudah ada banyak perusahaan Jepang di Hindia Belanda jauh sebelum penyerangan tahun 1942 bisa menepis anggapan tersebut. Terlebih, hubungan Belanda dan Jepang baik-baik saja sebelum perang dunia 2 meletus. 
Salah satu foto hasil studio Midoro, siswa-siswa MOSVIA ca 1930an
 
LIE LIOE POE (GAH HIN) 
Dari kartu pos, amplop bungkus foto dan album foto kita bisa mengetahui keberadaan studio foto ini. Fotografisch atelier Gah Hin, demikian mereka menamakan dirinya. Mengenai alamat tempat usahanya, kita akan sedikit mengalami kebingungan karena ada penulisan alamat yang berbeda sampai tiga kali. Pada kartu pos tertulis poncol nomor 33 Magelang. Namun pada sampul album foto tertulis beralamat di groote weg zuid no 53 atau pecinan Magelang. Kemudian di sampul foto yang lainnya tertulis beralamat di Groote weg noord 43 atau poncol 43. Dimasa kemerdekaan foto studi Gah Hin menyebut alamatnya djl Pontjol 43 Magelang. Kemungkinan pertama mereka memindah-mindahkan tempat usahanya dari pecinan 53 ke poncol 43. Kemungkinan kedua mereka mempunya dua buah studio foto yakni di poncol dan pecinan. Mengenai alamat di kartu pos yakni poncol 33, kami menduga itu adalah alamat tempat tinggal pemilik studio. Namun yang pasti, sampai era setelah kemerdekaan studio foto gah hin masih tetap ada di poncol 43. Dari surat-menyurat yang kami miliki, studio foto ini sudah ada di tahun 1930-an atau sejaman dengan Lie yauw Ming. 


Sampul foto dan kartu pos Gah Hien
Mereka menerima cuci foto, cetak foto, membesarkan foto dan pembingkaian. Mereka juga melayani pemotretan di luar ruangan pada sinang dan malam. Trade promonya hampir sama dengan Midori yakni memberikan gratis pembesaran bila belanja dengan nominal tertentu. Setiap belanja sampai 2 ½ gulden akan mendapat gratis pembesaran foto ukuran 13x18 cm, dan setiap belanja sampai 5 gulden akan mendapatkan gratis pembesaran foto ukuran 18x24 cm . Juga hampir sama dengan Midori, studio foto ini menuliskan bahwa atas pesanan yang diterima, apabila dalam waktu lebih dari 30 hari tidak diambil maka tidak ada garansi yang diberikan. 
 
Foto hasil karya Gah Hien
 
WAHSON STUDIO 
 Jejak studio foto ini kami temukan pada sebuah tempat foto yang masih lengkap berisi foto cetak hitam putih dan negative film nya. Wahson studio, alamat yang tertera di groote weg zuid 3 atau pecinan Magelang. Gambar foto yang tercetak bertuliskan herinnering aam ons afscheidfeer van de HCS, yang kira-kira terjemahannya untuk mengenang perpisahan kita dengan HCS. HCS adalah Holland Chinese School, yakni sekolah untuk keturunan tionghoa pada masa penjajahan Belanda. Adegan dalam foto menceritakan sebuah acara perpisahan bagi murid-murid yang lulus dari HBS dengan guru-gurunya orang Belanda. Dari sini sudah dapat disimpulkan bahwa studio foto ini sudah ada sejak jaman Hindia Belanda. 
 

Negatif foto dan foto hasil jepretan Wahson
Sampul foto wahson
 
FOTO STUDIO BAGUS 
Dari 2 buah amplop foto, kita bisa mengetahui keberadaan studio foto ini yakni di djlan raya 92B petjinan. Dari ejaan yang dipakai kita juga bisa menebak studio foto ini hadir sebelum tahun 1970-an. 
 

Sampul studio Bagus
 
ABADI 
Dari amplop foto kecil yang kami dapatkan, kita bisa mengetahui kehadiran studio foto ini di djl djen. A Yani 18 Magelang. Amplop foto ini tertanggal 28/2 1968. Demikian sedikit yang bisa kami ungkap tentang studio-studio foto masa lalu di Magelang. Dewasa ini kegemaran masyarakat akan foto semakin meningkat. Perkembangan teknologi membuat semua orang bisa menjadi juru potret sederhana dengan ponsel. Adanya media social semakin mendorong orang-orang untuk ber foto maupun ber swa foto guna ditampilkan disana. Kini, foto bisa menjadi sarana untuk bertutur dan bercerita tentang apa yang kita lakukan dan kita rasakan saat ini. Belum lama ini muncul penggemar foto-foto jadul untuk di koleksi. Banyak alasan kolektor untuk mengoleksi foto jadul. Namun satu hal yang tidak berubah dari jaman dahulu hingga kini adalah, foto secara sederhana bisa dimaknai sebagai gambar yang bercerita. Dari satu foto kita bisa bertutur tentang banyak hal. Kegemaran akan foto lama akan kami bahas secara khusus dalam tempat tersendiri. 
Sampul studi abadi
 
Mertoyudan, Desember 2020 
Semua gambar adalah beberapa dari koleksi pribadi

Kamis, 17 Desember 2020

Fotografi di Magelang

Fotografi adalah penemuan baru yang bisa dikatakan sebagai sebuah lompatan besar dalam peradapan manusia. Sebelum ditemukannya fotografi, untuk mengabadikan sebuah gambar adalah dengan teknik melukis atau mencetak. Dengan melukis diperlukan waktu yang lama, terlebih lagi hasil yang diperoleh tergantung dari keahlian si pelukis. Satu obyek yang dilukis oleh beberapa pelukis hasilnya belum tentu sama satu dengan yang lain, begitu juga dengan tingkat kemiripan dengan obyek aslinya. Dengan adanya fotografi, gambar bisa dibuat dalam tempo yang singkat dan dengan hasil yang identic sempurna dengan obyek. Fotografi berasal dari kata foto yang berarti cahaya dan grafis yang berarti gambar. Secara sederhana fotografi bisa diartikan sebagai teknik melukis dengan cahaya. Pada awalnya fotografi lebih digunakan sebagai sarana dokumentasi dan penelitian, namun pada perkembangannya juga mengarah kepada pendukung media masa, seni/keindahan dan sebagai dokumen pribadi/gaya hidup. 
Sejarah panjang penemuan/penelitian tentang kamera sejak tahun 1700-an sampai tahun 1850-an membawa kemajuan besar di dunia fotografi. Di tahun 1850, fotografi mulai dikenal luas di berbagai belahan dunia terutama di Amerika dan Eropa. Di tahun 1857 di Batavia tercatat adanya studio foto. Dari situ studio foto mulai bermunculan di daerah lain di Hindia Belanda, terutama di kota-kota besar termasuk di Magelang. Juru foto atau fotografer yang semula adalah orang Eropa/Belanda, lambat laun bertambah dengan orang-orang tionghoa bahkan orang Jepang juga ada yang membuka usaha studio foto. Terakhir, orang-orang pribumipun ada yang menjadi juru potret dan bahkan mempunyai studi foto sendiri. Adalah Kassian Chepas yang dianggap sebagai fotografer pribumi pertama di Indonesia dan membuka studio foto sendiri di daerah Loji Kecil dekat Kraton Jogja. Beliau adalah fotografer resmi Kraton Jogjakarta sejak tahun 1870. Salah satu karya beliau yakni foto-foto dari Karmawibanga, yang di buat tahun 1891. Karmawibhanga adalah lapisan paling bawah dari Candi Borobudur yang sengaja di timbun agar Candi Borobudur tidak runtuh. Jika kita mengunjungi Borobudur pada saat ini, kita tidak akan pernah lagi bisa melihat lapisan paling dasar dari Candi Borobudur ini. 
Inilah menariknya mengapa kami hendak memunculkan tentang perkembangan fotografi dan studio foto yang pernah ada di Magelang di era penjajahan Belanda atau di masa lalu. Pertama, karena foto merupakan penemuan baru yang sangat membantu manusia dalam dunia ilmu pengetahuan sebagai sarana dokumentasi sebagai pengganti teknik lukis ataupun cetakan. Kedua, foto merekam kejadian masa lalu, yang mungkin tidak akan bisa kita saksikan lagi di masa yang kan datang. Ketiga, studio foto sebagai alat untuk memperoleh uang yang berarti berpengaruh pada sector ekonomi pada masa lalu. Keempat, foto merupakan gaya hidup sebagai kegemaran baru yang merasuki masyarakat pada waktu itu. Di masa kini berkembang hobby untuk mengoleksi foto-fota lama baik itu berupa foto cetak maupun yang berupa kartu pos. Keunikan obyek masa lalu berupa bangunan, tempat, kendaraan, pemandangan yang mungkin telah hilang atau berubah menjadi daya tariknya. Demikian pula dengan kualitas pengambilan gambar seperti sudut gambar, latar belakang, dan hasil cetakannya. Hal ini pula yang mendorong kami untuk membahas sedikit banyak tentang perkembangan fotografi dan studio foto khususnya di daerah Magelang. 
 
BUKU 
Foto seringkali dilampirkan dalam sebuah buku untuk memberi gambaran yang lebih jelas kepada pembacanya. Demikian pula di jaman Hindia Belanda dahulu, banyak buku yang di cetak dengan melampirkan gambar-gambar berupa hasil pemotretan. Salah satu penerbit yang banyak mencetak buku di Magelang adalah H.V. Maresch. Ada dua buah buku cetakan Maresch yang akan kami tampilkan sebagai contoh. Yang pertama adalah buku berjudul Woord en Beeld yang diterjemahkan secara bebas sebagai Kata dan Gambar. Buku ini dicetak tahun 1911 dan merupakan karya Papa Joh Van De Steur, seorang pejuang kemanusiaan yang mendirikan panti asuhan dan lembaga social di Magelang. Buku setebal 85 halaman ini berisi kurang lebih 40 buah syair lagu-lagu Gereja dan 40 buah gambar lukisan cerita kisah Kitab Suci Perjanjian Baru dan Perjanjian lama. Yang menarik, pada halaman terakhir dari buku ini terdapat foto Papa Van De Steur bersama belasan anak muda mengenakan atribut drumband. Dari tahun cetak buku, maka bisa diduga bahwa foto ini diambil pada tahun 1911 atau mungkin sebelumya. Hanya saja tidak diketahui, apakah Maresch mempunyai juru foto sendiri ataukah menggunakan jasa fotografer lain. 
 

Buku cetakan Maresh tahun 1911 dengan foto Van de Steur dan anak muridnya
 
Buku yang kedua, berjudul Herinneringen Aan Huis atau Kenangan dari Rumah (cerita yang diceritakan oleh ayah pada malam yang nyaman). Buku setebal 256 halaman ini berisi kumpulan dongeng untuk anak-anak, yang merupakan karya Papa Van De Steur dan diperuntukkan sebagai hadiah Natal tahun 1933. Yang menarik dalam buku ini terdapat lebih dari 50 buah gambar foto yang menceritakan kegiatan Papa Van De Steur beserta murid-murid dan anak asuhnya. Gambar foto tidak berkaitan sama sekali dengan isi buku, namun karena merupakan sebuah hadiah patut di duga buku ini di maksudkan sekaligus sebagai buku kenang-kenangan bagi para murid dan anak asuhnya. Tidak bisa diduga foto-foto tersebut merupakan karya Maresch, karena tidak ada keterangan didalamnya. Besar kemungkinan ada fotografer lain yang membuatnya. Beberapa merupakan foto koleksi dari Panti asuhan sendiri yang artinya bisa dibuat dan di cetak oleh beberapa studio foto yang ada di Magelang ketika itu. Ada pula merupakan koleksi dari orang lain yang dipinjam untuk keperluan pembuatan buku tersebut. Kami menduga, salah satu atau mungkin banyak dari foto-foto yang ada di dalam buku ini dibuat dan di cetak di studio foto Lie Yauw Ming. Berikut adalah foto Papa Van de Steur beserta salah seorang muridnya hasil cetakan studi Lie Yauw Ming. Perhatikan gambar berikut mirip dengan gambar pada buku. 
 
Buku tahun 1933 dengan lebih dari 50 foto

 Foto karya studio Lie Yauw Ming, bandingkan dengan gambar atas dari buku

salah satu foto dalam buku, kunjungan Gubernur Jendral Hindia Belanda ke Magelang

Demikianlah, fotografi mengambil peranan yang penting di dalam perkembangan dunia ilmu pengetahuan melalui buku yang di masa itu merupakan salah satu “sumber ilmu” paling mutahir dan efektif. Tahun yang tertua yang kami miliki adalah tahun 1911, namun kami yakin sebelum tahun tersebut di Magelang sudah ada buku yang menggunakan foto. 
 
SURAT KABAR 
Sebelum ditemukannya fotografi, surat kabar hanya berisi berita-berita saja atau iklan-iklan tertulis. Kalaupun ada gambar, biasanya merupakan gambar ilustrasi iklan. Semenjak ditemukannya fotografi, surat kabar atau koran mulai menyisipkan foto-foto pada halaman beritanya untuk membuat pembaca lebih tertarik dan lebih mudah mencerna isi berita. Beruntung sekali kami menyimpan satu surat kabar Tjahaja India, terbitan Semarang tahun 1882. Di situ Nampak foto jalanan di kota Hongkong dan relief Candi Borobudur. Perhatikan hasil cetakannya yang seperti sket, mungkin adalah foto dari cetakan litografi. 
retjo boroboedoer, foto dari litograf?

Cerita magelang pada koran 1882, tjahaja hindia
 
Foto jalanan di kota hongkong tahun 1882
 
ILMU PENGETAHUAN DAN DOKUMENTASI 
Rahasia di kaki Borobudur adalah buku terbitan katalis yang memuat foto-foto karmawibanga, yakni lapisan paling bawah dari candi Borobudur yang sudah ditimbun tanah. Oleh pemerintah Hindia Belanda, lapisan relief Karmawibanga ini sengaja ditimbun sebab jika tidak dikawatirkan Candi Borobudur akan runtuh. Maka apabila kita mengunjungi Candi Borobudur sekarang, kita tidak akan pernah bisa menyaksikannya lagi. Namun kita masih bisa melihat relief Karmawibanga melalui foto-foto hasil karya fotografer pribumi yang bernama Kassian Chepas. Foto tersebut dibuat tahun 1891, ketika proyek penyelamatan Borobudur akan di laksanakan oleh pemerintah Hindia Belanda. Foto-foto hasil karya Chepas ini sangat membantu di dalam proses rekonstruksi dan pernyusunan kembali reruntuhan Candi Borobudur. Demikianlah, fotografi telah mengambil peranan penting di bidang ilmu pengetahuan sebagai sarana dokumentasi dan penelitian. Selain dari buku, kini kita bisa melihat foto kaki Borobudur ini di Museum Karmawibanga yang terletak di komplek kawasan wisata Candi Borobudur. 


Buku yang memuat foto-foto karya Kassian Chepas
 
KARTU POS DAN HOBY 
Ada banyak obyek yang berkaitan dengan Magelang yang dijadikan gambar kartu pos era Hindia Belanda. Di era tahun 1900-an awal muncul hobbi untuk saling berkirim surat atau kartu pos atau dikenal dengan korespondensi. Hobbi ini kemudian berkembang menjadi hobbi untuk mengumpulkan prangko/sampul surat/kartupos yang kemudian dikenal dengan nama filateli. Di tahun itu, sangat popular untuk mengirim kartu pos dengan tema gambar dan keadaan kota tempat kita tinggal sekarang kepada saudara/kawan di tempat asal kita. Gambarannya begini, seorang bangsa Belanda yang tinggal di Magelang akan berkirim kartu pos kepada sanak saudaranya di tanah Belanda untuk mengabarkan keadaannya. Ketika itu, kartu pos bergambar kota Magelang yang akan dipilih oleh orang Belanda tersebut untuk menggambarkan kota dan suasana tanah rantaunya. 
Kartu pos gambar kantor residen magelang
 
Kartu pos jenis ini biasa digolongkan dalam dua jenis yaitu PPC (photo post card) dan RPPC atau (Real Photografic Post Card). Perpedaan keduanya terletak pada jenis kertas untuk mencetaknya dimana PPC menggunakan kertas biasa sedangkan RPPC menggunakan kertas foto pada umumnya. Kami sendiri memiliki puluhan kartu pos bertema Magelang dengan berbagai latar seperti; bangunan tempat ibadah (Gereja, Masjid), cagar budaya (candi), pusat keramaian (pasar, alun-alun), bangunan pemerintahan, jalan/pemandangan, dll. Dari semuanya itu ada 3 buah percetakan yang menerbitkannya yakni; HW Maresch, PM Johannes, dan JMJ Van Eijek. Kartu pos percetakan Maresch paling banyak kami miliki, namun yang tertua adalah dari percetakan PM Johannes. 
Kantor residen cetakan JMJ Van Eijek
Kantor Pos ca 1905, cetakan Maresh

 Chineeshe Camp cetakan PM Johannes, perkiraan akhir tahun 1890an

Hasil karya foto mulai ada di Magelang lewat kartu pos sekitar tahun 1890-an, yang dapat dilihat dari kartu pos terbitan PM Johannes. Kualitas gambarnya kurang begitu bagus, mungkin juga karena teknik cetaknya yang masih kurang. Di awal tahun 1900-an kartu pos terbitan percetakan Maresch juga belum begitu bagus gambar dan cetakannya jika dibandingkan dengan kartu pos cetakan Maresch pada tahun 1920-1940-an yang tampak lebih bagus. Demikian, fotografi mempunyai peranan dalam perkembangan surat menyurat lewat gambar-gambarnya yang meninggalkan kenangan sampai saat ini. 
 
STUDIO FOTO 
Berkembangnya dunia fotografi menciptakan jenis profesi baru dan jenis usaha baru yakni fotografer dan studio foto. Keberadaannya merambah kota-kota di Hindia Belanda, termasuk Magelang. Di Magelang muncul beberapa studio foto, juga di kota-kota sekitarnya seperti Muntilan, Parakan, Temanggung, Wonosobo, dan Purworejo. Bahkan untuk magelang kami mencatat banyak studio foto muncul yang menandakan kota Magelang merupakan pangsa pasar yang menarik ketika itu. Hal ini tidak mengherankan karena di Magelang banyak tinggal orang Eropa/Belanda. Pada tahun 1934, tercatat penduduk Magelang adalah 59.749 jiwa, dengan 4.518 diantara adalah orang Eropa; 4.495 orang keturunan Tionghoa; dan 120 orang asing lainnya. Jumlah penduduk yang banyak, juga keberadaan bangsa Eropa dan bangsa asing lainnya turut mendorong munculnya banyak studio foto di Magelang. Penduduk asing lebih membutuhkan fotografi sebagai dokumentasi pribadi, sebagai sarana berkirim kabar dengan keluarga di negara asal, ataupun hanya sebagai gaya hidup saja. Sedangkan orang pribumi biasanya hanya dari golongan priyayi/orang kaya saja yang secara ekonomi berlebih, mereka memanfaatkan fotografi sebagai dokumentasi kegiatan keluarga atau sekedar gaya hidup saja. 

Studio foto Von Tjin dan Lie Yauw Ming ca 1930an
 
Adanya sekolah, perusahaan-perusahaan, kegiatan pemerintahan, dan kegiatan militer di kota Magelang turut pula menjadi salah satu alasan beberapa pengusaha mendirikan studio foto di Magelang. Di Jaman itu, tercatat beberapa studio foto yang membuka usaha di Magelang seperti ; Oen Lie, Lie Yauw Ming, Gah Hien, Midori, Watson, dll. Lebih jauh mengenai studio-studio foto ini kami bahas dalam judul tersendiri.
 
 
Mertoyudan, Desember 2020
Semua foto adalah koleksi pribadi
 

Selasa, 07 April 2020

Bioskop Magelang Tempo Dulu



Telah lama saya menyimpan flyer bioskop magelang dari jaman Belanda era tahun 1920-an sampai dengan tahun 1980-an. Sesuatu yang berkaitan dengan jaman belanda selalu menarik bagi saya, apapun itu dan tentu menarik untuk sedikit di tampilkan di blog ini. Bioskop, ketika itu adalah sebuah penemuan baru yang merubah gaya hidup masyarakat terutama kalangan menengah ke atas. Di awal tahun 1920-an, bioskop bermunculan di kota-kota besar di Hindia Belanda termasuk di kota Magelang. Bioskop menawarkan sarana baru bagi masyarakat untuk berekreasi dan memanfaatkan waktu senggang dengan menikmati hiburan berupa gambar hidup. Pertunjukan yang selama ini biasa dinikmati hanyalah opera, drama, ketoprak, dan kesenian tradisional  seperti wayang orang, dll. Melalui bioskop masyarakat dikenalkan dengan sesuatu yang baru, berupa gambar yang bergerak dan bersuara. Masyarakat disuguhi alternative tontonan baru yang mengajak mereka berkelana dan berimajinasi layaknya terlibat dalam sebuah kisah nyata. Berikut daftar bioskop yang berusaha kami lacak berdasarkan flyer film yang kami simpan.

  1. Societeit De Eendracht
Nama Lengkapnya The National Biograph Societeit De Eendracht Magelang. Di jaman Belanda gedung societeit ada di beberapa kota besar termasuk di Magelang. Societeit ketika itu merupakan suatu tempat atau gedung yang di dalamnya terdapat beberapa fasilitas hiburan. Societet sendiri artinya masyarakat, jadi tempat masyarakat bertemu dan berkumpul untuk berekreasi.  Salah satunya adalah gedung pemutaran film/bioskop. Lokasinya di sebelah timur alun-alun Magelang atau di Toko Gardena sekarang. Beruntung sekali kami memperoleh poster iklan pemutaran film di bioskop ini.

Mata Banteng atau Bull’s Eye
Film ini dibuat di Amerika pada tahun 1917 dan dibintangi oleh Eddie Polo dan merupakan film bisu. Tahun pemutaran film diperkirakan masih sekitar tahun dirilisnya film tersebut atau 1 tahun kemudian. Dalam poster ukuran 32x47 cm halaman depan memuat iklan film dan halaman belakang memuat synopsis film dalam bahasa melayu. Terdapat cap bertuliskan The national biograph societeit de eendracht Magelang, yang artinya kemungkinan poster iklan ini dicetak untuk banyak gedung bisokop di Hindia Belanda. Sebagai iklan, poster ini tidak untuk di tempel, sebab merupakan halaman bolak balik yang kesemua ada isinya. Poster iklan ini lebih difungsikan sebagai leaflet iklan yang dibagi-bagikan, namun dalam ukuran jumbo. Poster film tidak kami tampilkan utuh karena tidak semua bisa kami scan.


Secret Four atau Resiah Ampat
Film ini dibuat di Amerika pada tahun 1921 dan dibintangi pula oleh Eddie Polo dan juga merupakan film bisu. Tahun pemutaran film tersebut diperkirakan pada kisaran tahun itu pula atau 1 tahun sesudahnya. Dari poster jumbo ukuran 33x48 cm halaman belakang memuat synopsis film dalam bahasa melayu. Sedang halaman depan memuat iklan film dalam bahasa Belanda. Menariknya dari poster ini, judul kop bagian atas menyebutkan tulisan permanen The National Biograph Magelang. Jadi bisa dipastikan bahwa poster iklan ini memang secara khusus dicetak untuk The national biograph saja. Dibagian belakang poster juga terdapat tulisan Eddie Polo mengoendjoengi gedong bioscope di sini; artinya dari sini saya berani mengambil kesimpulan bahwa di societeit de eindracht magelang sudah terdapat gedung bioskop.


  1. Al hambra Theater
Karena tidak punya sumber yang bisa diandalkan maka saya mencoba berselancar mencari lewat gugel. Dengan memasukkan kata kunci bioskop Alhambra, hasil yang di dapat ternyata semakin membingungkan saya. Bioskop Alhambra ada di beberapa kota namun dengan pemilik yang berbeda-beda. Di Surabaya diklaim berdiri awal tahun 1920-an. Di Jakarta dikatakan berdiri tahun 1931 dengan pemilik 3 orang keturunan Timur Tengah, dengan film-film timur tengah dan mesir sebagai sajian utama . Di Malang berdiri tahun 1928 dengan pemilik seorang Pakistan, dan memutar film-film timur tengah dan mesir. Yang paling tua adalah dari Jogjakarta yang berdiri tahun 1916 dengan pemilik Nederlands Indische Bioscoop Exploitatie Maatschappij, yang dikatakan bioskop kelas atas yang memutar film-film eropa. Di Surakarta Al hambra diklaim sebagai bioskop pertama yang berdiri di kota tersebut. Di Magelang sendiri dikatakan sebagai milik seorang tionghoa. Kesamaan nama untuk banyak tempat kami pikir bukanlah suatu kebetulan belaka. Bisa jadi mereka semacam waralaba atau dibawah naungan satu perusahaan besar, walau belum ada bukti.
Surat berkop alhambra & Roxy Theaters
 
Mari kita focus saja kepada bioskop Alhambra Magelang. Lokasi bioskop ini di Jordanlaan, sebelah utara Bank BNI atau jalan Pahlawan kini. Dari kertas surat tahun 1939, menyebut dirinya Alhambra & Roxy theaters Magelang. Belum jelas, namun patut diduga adalah persekutuan usaha. Dari poster yang kami dapat, mereka menyebut diri mereka sebagai ALHAMBRA THEATER MAGELANG. Pada tanggal 29 dan 30 Oktober 1934 hari senin dan selasa mereka memutar film berjudul Clancy of the mounted, sebuah film produksi Universal Amerika yang di produksi tahun 1933. Dari poster berikutnya, bioskop Alhambra memutar film Scandal For Sale, walau tanpa tahun namun film tersebut dirilis tahun 1932 dan masih oleh Universal Amerika. Kedua film tersebut merupakan film berbicara alias bukan film bisu. Jadi di awal tahun 1930-an masyarakat sudah menikmati gambar hidup yang bersuara, jauh lebih bagus dari film era tahun 1920-an yang masih berupa film bisu dengan teks. 




Yang menarik, Al Hambra juga memutar film mandarin. Melalu poster ini kita tahu bahwa film mandarin berjudul Tay Ping Thian Kok pernah di putar di bioskop ini. Sayang tahun produksi maupun pemutaran film tidak diketahui, namun melihat gaya bahasa dan ejaan yang dipakai, dapat dipastikan itu jaman Hindia Belanda. Al Hambra eksis di magelang rentang tahun 1930-1940, dengan film2 barat dan mandarin yang diputar. Pada masa itu sebagian besar film di produksi di amerika, juga ada film mandarin dan india, film Indonesia masih langka. Setelah jaman kemerdekaan, tidak ada kabar mengenai gedung bioskop ini.


  1. Globe (Gedong Pelem)
Sama dengan Al Hambra, Bioskop Globe juga ada di kota lain yakni di  di Jakarta sekitar tahun 1940-an. Bioskop ini menamakan dirinya Gedong pelem, terlacak melalui buku telpon tahun 1952. Dari flyer iklan film yang kami dapat, rentang antara tahun 1950-1953, bioskop ini banyak memutar film-film barat dan beberapa film India, serta film mandarin. Strategi promosinya adalah dengan membeli proyektor model terbaru yang juga digunakan bioskop di kota-kota besar sehingga menghasilkan gambar yang bagus. Juga ditulis mempersembahkan film berwarna, agar penonton tertarik. Dugaan kami pada era awal tahun 1950-an masih banyak film hitam putih di putar di magelang.


  1. Roxy Theater
Sama dengan Globe, Roxy theater juga ditemukan di kota lain yakni di Jakarta sekitar tahun 1940-an. Lokasinya di sebalah timur aloon-aloon Magelang atau alun-alun wetan nomor telpon 60. dalam buku telpon tahun 1950, Roxy teater sudah tercantum  Flyer film yang kami miliki berkisar antara tahun 1950-1953, dengan sebagian besar film-film barat yang diputar dan juga sebagian film-film mandarin. Uniknya, beberapa flyer film bioskop Roxy di cetak bolak-balik dengan bioskop Bajeman. Patut diduga bioskop ini satu grup, atau satu kepemilikan.


  1. Bajeman Theater/Rex Theater
Dari namanya Bajeman theater, bisa diduga bahwa letak bioskop ini berada di daerah Bayeman atau jalan Tentara Pelajar kini. Kami memperkirakan bahwa nama lain bayeman theater adalah rex theater. Dalam buku petunjuk telepon tahun 1950 terdapat nama Rex theater yang beralamat di bayeman 30, yang kemudia di petunjuk telepon tahun 1960 dengan alamat yang sama tertulis bayeman theater. Rentang tahun 1950-an awal, banyak film barat yang di putarAda pula film indonesia yang diputar. Beberapa flyer iklan filmnya tercetak bolak-balik dengan Roxy Theater.

  1. Kresna Theater dan Magelang Theater
Di tahun 1970 awal, kami menemukan fyer film dari Magelang theater dan Kresna Theater yang tercetak secara berbarengan. Lokasi bioskop Kresna adalah di Jalan Pemuda atau sebelah timur klenteng sekarang. Adapun Magelang Theater berlokasi di sebelah utara Toko Matahari sekarang. Dari buku Peringatan Waisak tahun 1955 terdapat iklan bioskop Krisna theater yang dikatakan akan segera dibuka. Jadi perkitaan kami Kresna theater mulai beroperasi tahun 1955. Untuk kresna theater, kami menyimpan daftar pendapatan tahun 1961, dimana dalam sekali pertunjukan bisa menjual karcis sampai 800 buah.


  1. Di akhir tahun 1970 dan awal tahun 1980an
Pada periode ini kami menyimpan beberapa flyer film dari beberapa bioskop antara lain; Tidar, Rahayu, Magelang, dan Abadi. Dalam buku petunjuk telepon tahun 1960, kami menemukan nama bioskop Abadi beralamat di alun-alun wetan. Pada periode ini film barat, film india, maupun film mandarin mulai seimbang dalam pemutarannya. Film Indonesia pun mulai jadi tuan rumah di negeri sendiri, dengan banyaknya filyer film Indonesia yang kami temukan.


Secara garis besar kami baru bisa memprediksi keberadaan gedung bioskop di magelang adalah akhir tahun 1910-an atau awal tahun 1920-an. Pada periode tahun tersebut film-film yang diputar tidak memiliki suara alias film bisu dengan teks, dan kemungkinan besar masih berupa gambar hitam-putih. Pada awal tahun 1930 film bersuara sudah mulai ada dan di putar salah satunya di bioskop Al Hambra. Hingga awal tahun 1950-an bioskop-bioskop di magelang masih memutar film hitam putih, namun film berwarna sudah mulai diputar.
Sejarah perbioskopan di Indonesia, juga Magelang berjaya sampai tahun 1990-an akhir. Memasuki tahun 2000, banyak gedung bioskop yang mulai tutup karena sepi peminat. Adanya Televisi dan kemajuan teknologi internet turut andil dalam mundurnya dunia perbioskopan. Namun sejarah adanya bioskop di kota-kota di Indonesia ; juga di Magelang patut di kenang sebagai sebuah hiburan yang memberi warna tersendiri dalam masyarakat.
Kisah-Kisah Seputar Flyer/Poster Bioskop
  1. Batasan Usia
Sejak jaman dahulu, batasan usia untuk menonton sebuah film di bioskop sudah diberlakukan. Seperti pada flyer berikut, ada film yang dapat ditonton oleh segala usia bertuliskan anak-anak dapat menonton. Ada pula batasan untuk usia 13 tahun ke atas yang boleh menonton. Untuk film yang mungkin ada adegan dewasanya ditulis 17 tahun. Dari flyer tersebut kita jadi tahu bahwa sejak dulu semua umur sudah mengunjungi gedung bioskop. Mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga orang tua memanfaatkan bioskop sebagai sarana hiburan dan rekreasi. 

  1. Teknologi
Di era tahun 1950an, film berwarna mulai banyak di putar di gedung-gedung bioskop di Magelang. Gedong bioskop Globe salah satunya menawarkan film berwarna dengan kualitas yang di klaim bagus, dan dengan mesin pemutar paling baru/modern. 

  1. Percetakan
Bioskop Globe, pada flyernya tercetak ada 2 percetakan yang mencetaknya. Yaitu percetakan Liem Magelang dan TTG Magelang. Dari flyer Al Hambra tahun 1934, maka kita tahu bahwa TTG adalah Theng Tjoen Gwan, disana tertulis dengan jelas. 

  1. Pemutusan Listrik
Ada kisah menarik yang terjadi di magelang jaman dulu yang terekam dari flyer bisokop. Pada sekitar bulan Oktober sampai Desember tahun 1951, setiap 6 hari sekali kota Magelang mengalami pemutusan listrik sehingga pada malam hari suasana gelap gulita. Mungkin karena terbatasnya pasokan listrik atau adanya gangguan paeralatan PLN kami belum tahu sebabnya.

  1. Jam Malam
Sekitar bula januari sampai Maret 1952, di magelang diadakan jam malam. Sehingga segala kegiatan malam termasuk pemutaran film menjadi tertunda. Ada kejadian apakah? Mungkin ini berkaitan dengan pemberontakan batalyon 426 magelang yang mendukung gerakan DI/TII. Pada 11 Desember 1951, 2 kompi batalyon 426 Magelang memberontak dan menimbulkan kekacauan di daerah magelang.
 
Magelang, 07 April 2020
NB : Semua flyer bisokop merupakan koleksi pribadi
      : Beberapa sumber dari buku petunjuk telpon magelang tahun 1950-1960 (koleksi pribadi)