Kamis, 17 Desember 2020

Fotografi di Magelang

Fotografi adalah penemuan baru yang bisa dikatakan sebagai sebuah lompatan besar dalam peradapan manusia. Sebelum ditemukannya fotografi, untuk mengabadikan sebuah gambar adalah dengan teknik melukis atau mencetak. Dengan melukis diperlukan waktu yang lama, terlebih lagi hasil yang diperoleh tergantung dari keahlian si pelukis. Satu obyek yang dilukis oleh beberapa pelukis hasilnya belum tentu sama satu dengan yang lain, begitu juga dengan tingkat kemiripan dengan obyek aslinya. Dengan adanya fotografi, gambar bisa dibuat dalam tempo yang singkat dan dengan hasil yang identic sempurna dengan obyek. Fotografi berasal dari kata foto yang berarti cahaya dan grafis yang berarti gambar. Secara sederhana fotografi bisa diartikan sebagai teknik melukis dengan cahaya. Pada awalnya fotografi lebih digunakan sebagai sarana dokumentasi dan penelitian, namun pada perkembangannya juga mengarah kepada pendukung media masa, seni/keindahan dan sebagai dokumen pribadi/gaya hidup. 
Sejarah panjang penemuan/penelitian tentang kamera sejak tahun 1700-an sampai tahun 1850-an membawa kemajuan besar di dunia fotografi. Di tahun 1850, fotografi mulai dikenal luas di berbagai belahan dunia terutama di Amerika dan Eropa. Di tahun 1857 di Batavia tercatat adanya studio foto. Dari situ studio foto mulai bermunculan di daerah lain di Hindia Belanda, terutama di kota-kota besar termasuk di Magelang. Juru foto atau fotografer yang semula adalah orang Eropa/Belanda, lambat laun bertambah dengan orang-orang tionghoa bahkan orang Jepang juga ada yang membuka usaha studio foto. Terakhir, orang-orang pribumipun ada yang menjadi juru potret dan bahkan mempunyai studi foto sendiri. Adalah Kassian Chepas yang dianggap sebagai fotografer pribumi pertama di Indonesia dan membuka studio foto sendiri di daerah Loji Kecil dekat Kraton Jogja. Beliau adalah fotografer resmi Kraton Jogjakarta sejak tahun 1870. Salah satu karya beliau yakni foto-foto dari Karmawibanga, yang di buat tahun 1891. Karmawibhanga adalah lapisan paling bawah dari Candi Borobudur yang sengaja di timbun agar Candi Borobudur tidak runtuh. Jika kita mengunjungi Borobudur pada saat ini, kita tidak akan pernah lagi bisa melihat lapisan paling dasar dari Candi Borobudur ini. 
Inilah menariknya mengapa kami hendak memunculkan tentang perkembangan fotografi dan studio foto yang pernah ada di Magelang di era penjajahan Belanda atau di masa lalu. Pertama, karena foto merupakan penemuan baru yang sangat membantu manusia dalam dunia ilmu pengetahuan sebagai sarana dokumentasi sebagai pengganti teknik lukis ataupun cetakan. Kedua, foto merekam kejadian masa lalu, yang mungkin tidak akan bisa kita saksikan lagi di masa yang kan datang. Ketiga, studio foto sebagai alat untuk memperoleh uang yang berarti berpengaruh pada sector ekonomi pada masa lalu. Keempat, foto merupakan gaya hidup sebagai kegemaran baru yang merasuki masyarakat pada waktu itu. Di masa kini berkembang hobby untuk mengoleksi foto-fota lama baik itu berupa foto cetak maupun yang berupa kartu pos. Keunikan obyek masa lalu berupa bangunan, tempat, kendaraan, pemandangan yang mungkin telah hilang atau berubah menjadi daya tariknya. Demikian pula dengan kualitas pengambilan gambar seperti sudut gambar, latar belakang, dan hasil cetakannya. Hal ini pula yang mendorong kami untuk membahas sedikit banyak tentang perkembangan fotografi dan studio foto khususnya di daerah Magelang. 
 
BUKU 
Foto seringkali dilampirkan dalam sebuah buku untuk memberi gambaran yang lebih jelas kepada pembacanya. Demikian pula di jaman Hindia Belanda dahulu, banyak buku yang di cetak dengan melampirkan gambar-gambar berupa hasil pemotretan. Salah satu penerbit yang banyak mencetak buku di Magelang adalah H.V. Maresch. Ada dua buah buku cetakan Maresch yang akan kami tampilkan sebagai contoh. Yang pertama adalah buku berjudul Woord en Beeld yang diterjemahkan secara bebas sebagai Kata dan Gambar. Buku ini dicetak tahun 1911 dan merupakan karya Papa Joh Van De Steur, seorang pejuang kemanusiaan yang mendirikan panti asuhan dan lembaga social di Magelang. Buku setebal 85 halaman ini berisi kurang lebih 40 buah syair lagu-lagu Gereja dan 40 buah gambar lukisan cerita kisah Kitab Suci Perjanjian Baru dan Perjanjian lama. Yang menarik, pada halaman terakhir dari buku ini terdapat foto Papa Van De Steur bersama belasan anak muda mengenakan atribut drumband. Dari tahun cetak buku, maka bisa diduga bahwa foto ini diambil pada tahun 1911 atau mungkin sebelumya. Hanya saja tidak diketahui, apakah Maresch mempunyai juru foto sendiri ataukah menggunakan jasa fotografer lain. 
 

Buku cetakan Maresh tahun 1911 dengan foto Van de Steur dan anak muridnya
 
Buku yang kedua, berjudul Herinneringen Aan Huis atau Kenangan dari Rumah (cerita yang diceritakan oleh ayah pada malam yang nyaman). Buku setebal 256 halaman ini berisi kumpulan dongeng untuk anak-anak, yang merupakan karya Papa Van De Steur dan diperuntukkan sebagai hadiah Natal tahun 1933. Yang menarik dalam buku ini terdapat lebih dari 50 buah gambar foto yang menceritakan kegiatan Papa Van De Steur beserta murid-murid dan anak asuhnya. Gambar foto tidak berkaitan sama sekali dengan isi buku, namun karena merupakan sebuah hadiah patut di duga buku ini di maksudkan sekaligus sebagai buku kenang-kenangan bagi para murid dan anak asuhnya. Tidak bisa diduga foto-foto tersebut merupakan karya Maresch, karena tidak ada keterangan didalamnya. Besar kemungkinan ada fotografer lain yang membuatnya. Beberapa merupakan foto koleksi dari Panti asuhan sendiri yang artinya bisa dibuat dan di cetak oleh beberapa studio foto yang ada di Magelang ketika itu. Ada pula merupakan koleksi dari orang lain yang dipinjam untuk keperluan pembuatan buku tersebut. Kami menduga, salah satu atau mungkin banyak dari foto-foto yang ada di dalam buku ini dibuat dan di cetak di studio foto Lie Yauw Ming. Berikut adalah foto Papa Van de Steur beserta salah seorang muridnya hasil cetakan studi Lie Yauw Ming. Perhatikan gambar berikut mirip dengan gambar pada buku. 
 
Buku tahun 1933 dengan lebih dari 50 foto

 Foto karya studio Lie Yauw Ming, bandingkan dengan gambar atas dari buku

salah satu foto dalam buku, kunjungan Gubernur Jendral Hindia Belanda ke Magelang

Demikianlah, fotografi mengambil peranan yang penting di dalam perkembangan dunia ilmu pengetahuan melalui buku yang di masa itu merupakan salah satu “sumber ilmu” paling mutahir dan efektif. Tahun yang tertua yang kami miliki adalah tahun 1911, namun kami yakin sebelum tahun tersebut di Magelang sudah ada buku yang menggunakan foto. 
 
SURAT KABAR 
Sebelum ditemukannya fotografi, surat kabar hanya berisi berita-berita saja atau iklan-iklan tertulis. Kalaupun ada gambar, biasanya merupakan gambar ilustrasi iklan. Semenjak ditemukannya fotografi, surat kabar atau koran mulai menyisipkan foto-foto pada halaman beritanya untuk membuat pembaca lebih tertarik dan lebih mudah mencerna isi berita. Beruntung sekali kami menyimpan satu surat kabar Tjahaja India, terbitan Semarang tahun 1882. Di situ Nampak foto jalanan di kota Hongkong dan relief Candi Borobudur. Perhatikan hasil cetakannya yang seperti sket, mungkin adalah foto dari cetakan litografi. 
retjo boroboedoer, foto dari litograf?

Cerita magelang pada koran 1882, tjahaja hindia
 
Foto jalanan di kota hongkong tahun 1882
 
ILMU PENGETAHUAN DAN DOKUMENTASI 
Rahasia di kaki Borobudur adalah buku terbitan katalis yang memuat foto-foto karmawibanga, yakni lapisan paling bawah dari candi Borobudur yang sudah ditimbun tanah. Oleh pemerintah Hindia Belanda, lapisan relief Karmawibanga ini sengaja ditimbun sebab jika tidak dikawatirkan Candi Borobudur akan runtuh. Maka apabila kita mengunjungi Candi Borobudur sekarang, kita tidak akan pernah bisa menyaksikannya lagi. Namun kita masih bisa melihat relief Karmawibanga melalui foto-foto hasil karya fotografer pribumi yang bernama Kassian Chepas. Foto tersebut dibuat tahun 1891, ketika proyek penyelamatan Borobudur akan di laksanakan oleh pemerintah Hindia Belanda. Foto-foto hasil karya Chepas ini sangat membantu di dalam proses rekonstruksi dan pernyusunan kembali reruntuhan Candi Borobudur. Demikianlah, fotografi telah mengambil peranan penting di bidang ilmu pengetahuan sebagai sarana dokumentasi dan penelitian. Selain dari buku, kini kita bisa melihat foto kaki Borobudur ini di Museum Karmawibanga yang terletak di komplek kawasan wisata Candi Borobudur. 


Buku yang memuat foto-foto karya Kassian Chepas
 
KARTU POS DAN HOBY 
Ada banyak obyek yang berkaitan dengan Magelang yang dijadikan gambar kartu pos era Hindia Belanda. Di era tahun 1900-an awal muncul hobbi untuk saling berkirim surat atau kartu pos atau dikenal dengan korespondensi. Hobbi ini kemudian berkembang menjadi hobbi untuk mengumpulkan prangko/sampul surat/kartupos yang kemudian dikenal dengan nama filateli. Di tahun itu, sangat popular untuk mengirim kartu pos dengan tema gambar dan keadaan kota tempat kita tinggal sekarang kepada saudara/kawan di tempat asal kita. Gambarannya begini, seorang bangsa Belanda yang tinggal di Magelang akan berkirim kartu pos kepada sanak saudaranya di tanah Belanda untuk mengabarkan keadaannya. Ketika itu, kartu pos bergambar kota Magelang yang akan dipilih oleh orang Belanda tersebut untuk menggambarkan kota dan suasana tanah rantaunya. 
Kartu pos gambar kantor residen magelang
 
Kartu pos jenis ini biasa digolongkan dalam dua jenis yaitu PPC (photo post card) dan RPPC atau (Real Photografic Post Card). Perpedaan keduanya terletak pada jenis kertas untuk mencetaknya dimana PPC menggunakan kertas biasa sedangkan RPPC menggunakan kertas foto pada umumnya. Kami sendiri memiliki puluhan kartu pos bertema Magelang dengan berbagai latar seperti; bangunan tempat ibadah (Gereja, Masjid), cagar budaya (candi), pusat keramaian (pasar, alun-alun), bangunan pemerintahan, jalan/pemandangan, dll. Dari semuanya itu ada 3 buah percetakan yang menerbitkannya yakni; HW Maresch, PM Johannes, dan JMJ Van Eijek. Kartu pos percetakan Maresch paling banyak kami miliki, namun yang tertua adalah dari percetakan PM Johannes. 
Kantor residen cetakan JMJ Van Eijek
Kantor Pos ca 1905, cetakan Maresh

 Chineeshe Camp cetakan PM Johannes, perkiraan akhir tahun 1890an

Hasil karya foto mulai ada di Magelang lewat kartu pos sekitar tahun 1890-an, yang dapat dilihat dari kartu pos terbitan PM Johannes. Kualitas gambarnya kurang begitu bagus, mungkin juga karena teknik cetaknya yang masih kurang. Di awal tahun 1900-an kartu pos terbitan percetakan Maresch juga belum begitu bagus gambar dan cetakannya jika dibandingkan dengan kartu pos cetakan Maresch pada tahun 1920-1940-an yang tampak lebih bagus. Demikian, fotografi mempunyai peranan dalam perkembangan surat menyurat lewat gambar-gambarnya yang meninggalkan kenangan sampai saat ini. 
 
STUDIO FOTO 
Berkembangnya dunia fotografi menciptakan jenis profesi baru dan jenis usaha baru yakni fotografer dan studio foto. Keberadaannya merambah kota-kota di Hindia Belanda, termasuk Magelang. Di Magelang muncul beberapa studio foto, juga di kota-kota sekitarnya seperti Muntilan, Parakan, Temanggung, Wonosobo, dan Purworejo. Bahkan untuk magelang kami mencatat banyak studio foto muncul yang menandakan kota Magelang merupakan pangsa pasar yang menarik ketika itu. Hal ini tidak mengherankan karena di Magelang banyak tinggal orang Eropa/Belanda. Pada tahun 1934, tercatat penduduk Magelang adalah 59.749 jiwa, dengan 4.518 diantara adalah orang Eropa; 4.495 orang keturunan Tionghoa; dan 120 orang asing lainnya. Jumlah penduduk yang banyak, juga keberadaan bangsa Eropa dan bangsa asing lainnya turut mendorong munculnya banyak studio foto di Magelang. Penduduk asing lebih membutuhkan fotografi sebagai dokumentasi pribadi, sebagai sarana berkirim kabar dengan keluarga di negara asal, ataupun hanya sebagai gaya hidup saja. Sedangkan orang pribumi biasanya hanya dari golongan priyayi/orang kaya saja yang secara ekonomi berlebih, mereka memanfaatkan fotografi sebagai dokumentasi kegiatan keluarga atau sekedar gaya hidup saja. 

Studio foto Von Tjin dan Lie Yauw Ming ca 1930an
 
Adanya sekolah, perusahaan-perusahaan, kegiatan pemerintahan, dan kegiatan militer di kota Magelang turut pula menjadi salah satu alasan beberapa pengusaha mendirikan studio foto di Magelang. Di Jaman itu, tercatat beberapa studio foto yang membuka usaha di Magelang seperti ; Oen Lie, Lie Yauw Ming, Gah Hien, Midori, Watson, dll. Lebih jauh mengenai studio-studio foto ini kami bahas dalam judul tersendiri.
 
 
Mertoyudan, Desember 2020
Semua foto adalah koleksi pribadi
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar