Jumat, 22 Juli 2016

KAPAN MAGELANG MULAI DIHUNI



Landasan Sejarah
   Seberapa lama manusia telah mendiami bumi magelang? Mungkin sudah semenjak ribuan tajun yang lalu. Namun fakta sejarah yang ada berdasarkan peninggalan berupa prasasti tertulis dan bangunan fisik mencatat bahwa bumi magelang pernah dihuni sekitar tahun 700-an Masehi. Adalah sebuah kerajaan yakni kerajaan Mataram yang memberikan peninggalan berupa candi-candi dan prasasti-prasasti yang tersebar di beberapa wilayah di Jawa Tengah dan Jogjakarta.
   Ada belasan prasasti-prasasti yang ditemukan di temukan di seputaran wilayah Jawa Tengah dan Jogjakarta sekarang yang diyakini sebagai peninggalan kerajaan Mataram Kuno.  Namun perlu kita ambil tiga saja diantaranya yang memang ditemukan di daerah Magelang sekarang dan oleh para ahli sejarah dipakai sebagai dasar menentukan hari jadi kota magelang .


Prasasti sebagai bukti tertulis

1 Prasasti Tuk Mas 
   Prasasti Tuk Mas (harafiah berarti "mata air emas") adalah sebuah prasasti yang dipahatkan pada batu alam besar yang berdiri di dekat suatu mata air, yang ditemukan di lereng barat Gunung Merapi, tepatnya di Dusun Dakawu, Desa Lebak, Kecamatan Grabag, Magelang. Prasasti Tuk Mas dipahat dengan aksara Pallawa dan dalam bahasa Sanskerta. Bentuk aksaranya lebih muda daripada aksara masa Purnawarman, dan diperkirakan berasal dari sekitar abad ke-6 hingga abad ke-7 M.
   Aksara prasasti ini sudah banyak yang rusak. Namun bagian yang masih dapat dibaca antara lain menyebutkan adanya sebuah sungai yang mengalir bagaikan Sungai Gangga di India. Pada prasasti ini terdapat pula lukisan alat-alat, seperti trisula, kendi, kapak, sangkha, cakra, dan bunga tunjung.
           
2 Prasasti Canggal
   Prasasti canggal ditemukan di halaman Candi Gunung Wukir di desa Kadiluwih, kecamatan Salam, Kabupaten Magelang Jawa Tengah. Prasasti ini berupa batu tulis aksara Pallawa dan bahasa Sanskerta. berangka tahun 654 Saka atau 732 Masehi.
Terjemahan bebas isi prasasti adalah sebagai berikut:
Bait 1 : Pembangunan lingga oleh Raja Sanjaya di atas gunung
Bait 2-6 : Pujaan terhadap Dewa Siwa, Dewa Brahma, dan Dewa Wisnu
Bait 7 : Pulau Jawa yang sangat makmur, kaya akan tambang emas dan banyak menghasilkan padi. Di pulau itu didirikan candi Siwa demi kebahagiaan penduduk dengan bantuan dari penduduk Kunjarakunjadesa
Bait 8-9 : Pulau Jawa yang dahulu diperintah oleh raja Sanna, yang sangat bijaksana, adil dalam tindakannya, perwira dalam peperangan, bermurah hati kepada rakyatnya. Ketika wafat Negara berkabung, sedih kehilangan pelindung
Bait 10-11 : Pengganti raja Sanna yaitu putranya bernama Sanjaya yang diibaratkan dengan matahari. Kekuasaan tidak langsung diserahkan kepadanya oleh raja Sanna tetapi melalui kakak perempuannya (Sannaha)
Bait 12 : Kesejahteraan, keamanan, dan ketentraman Negara. Rakyat dapat tidur di tengah jalan, tidak usah takut akan pencuri dan penyamun atau akan terjadinya kejahatan lainnya. Rakyat hidup serba senang.
   Kesimpulan utama yang dapat diambil dari prasasti canggal ialah pada tahun 700an M sudah ada masyarakat yang mendiami wilayah Salam (Magelang). Komunitas masyarakat sudah tertata dalam sebuah tatanan desa.


3. Prasasti Mantyasih
   Prasasti Mantyasih ditemukan di kampung Mateseh, Kelurahan Magelang, Kota Magelang , Jawa Tengah berangka tahun 907 Masehi. Prasti ini memuat daftar silsilah raja-raja Mataram sebelum Raja Balitung. Dalam prasasti juga disebutkan bahwa desa Mantyasih yang ditetapkan Balitung sebagai desa perdikan (daerah bebas pajak). Di kampung Meteseh saat ini masih terdapat sebuah lumpang batu, yang diyakini sebagai tempat upacara penetapan sima atau desa perdikan. Selain itu disebutkan pula tentang keberadaan Gunung Susundara dan Wukir Sumbing (sekarang Gunung Sindoro dan Sumbing
   Kesimpulan utama dari prasasti mantyasih adalah bahwa di desa magelang sekitar tahun 900-an M sudah ada masyarakat dalam tatanan pedesaan yang mendiaminya.




Bangunan Candi sebagai tempat ibadah

   Candi adalah istilah dalam Bahasa Indonesia yang merujuk kepada sebuah bangunan keagamaan tempat ibadah peninggalan purbakala yang berasal dari peradaban Hindu-Buddha. Bangunan ini digunakan sebagai tempat pemujaan dewa-dewi ataupun memuliakan Buddha. Akan tetapi, istilah 'candi' tidak hanya digunakan oleh masyarakat untuk menyebut tempat ibadah saja, banyak situs-situs purbakala non-religius dari masa Hindu-Buddha Indonesia klasik, baik sebagai istana (kraton), pemandian (petirtaan), gapura, dan sebagainya, juga disebut dengan istilah candi.Beberapa candi seperti Candi Borobudur dan Prambanan dibangun amat megah, detil, kaya akan hiasan yang mewah, bercitarasa estetika yang luhur, dengan menggunakan teknologi arsitektur yang maju pada zamannya. Bangunan-bangunan ini hingga kini menjadi bukti betapa tingginya kebudayaan dan peradaban nenek moyang bangsa Indonesia. (Wikipedia)
   Pada era kerajaan mataram kuno, dalam kurun abad ke-8 hingga ke-10 (+- 200 sampai 300 tahun) tercatat sebagai masa paling produktif dalam pembangunan candi. Pada rentang waktu tersebut candi-candi besar dan kecil memenuhi dataran Kedu di Jawa Tengah, Yogyakarta dan sekitarnya.. Lebih dari 67  candi yang dapat didata hingga kini (bisa saja lebih mengingat penemuan candi-candi terpendam masih ada). Dari jumlah tersebut terbanyak terdapat di kabupaten Sleman (19) dan kabupaten magelang (12).
   Berikut daftar candi-candi yang dibangun pada era Mataram Kuno :

Kabupaten Magelang (12)
Kabupaten Klaten (9)
Kabupaten Karanganyar (3)
Kabupaten Semarang (4)
Kabupaten banjarnegara (9)
Kabupaten Wonosobo (1)
Kabupaten Temanggung (3)
Kabupaten tegal (2)
Kabupaten Boyolali (2)
Kabupaten Sleman (19)

Kabupaten Bantul (1)
Kabupaten Kulonprogo (1)
Kabupaten Gunung Kidul (1)
Candi Risan , Desa Candirejo , Kecamatan Semin
            
   Hanya peradaban yang cukup makmur dan terpenuhi kebutuhan sandang dan pangannya sajalah yang mampu menciptakan karya cipta arsitektur bernilai seni tinggi seperti ini.  Sangat mudah untuk menyimpulkan bahwa pada periode waktu tersebut kabupaten Magelang merupakan daerah yang padat di huni penduduk, mengingat banyaknya candi yang tersebar. Dibutuhkan banyak tenaga manusia untuk membangun dan merawat candi-candi tersebut.

MERTOYUDAN, 22 JULI 2016

NB : Sumber utama disarikan dari wikipedia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar